My Story (Part 2)

CHAPTER FOUR

Proyek kedua saya sebagai seorang Storyboard Artist datang dari rumah produksi Sinemart. Saat itu mereka hendak memproduksi sebuah film layar lebar, Ungu Violet dengan sutradara Rako Prijanto.

Dengan Rako, cara kerja saya berbeda dengan yang saya lakukan dengan Ocay, sutradara terdahulu di film Bangsal 13. Bersama Rako saya banyak menghabiskan waktu duduk berdampingan, dia mengeluarkan ide-ide pengadeganan di kepalanya. Dan saya di sebelahnya, memvisualisasikan lewat coretan-coretan pensil saya. Dengan metode seperti itulah, kita bisa lebih memahami dengan baik. Tidak hanya dalam konteks pekerjaan. Tapi mungkin juga buat Rako, mengamati karakter dan kepribadian saya sebagai rekan kerja sekaligus sebagai potensi.

Potensi? Begini ceritanya. Setelah cukup lama bekerja, suatu saat datanglah tawaran yang tak saya duga sama sekali datang dari Rako. Dia menawarkan saya untuk ikut casting. Tidak tanggung-tanggung, sebagai Lando. Tokoh utama pria di film Ungu Violet, yang akan berpasangan dengan Kalin yang diperankan oleh Dian Sastrowardoyo! Saya menolak. Saya tidak berani, tidak percaya diri bahwa saya layak dan bisa untuk peran ini. Tapi Rako terus meyakinkan saya. Katanya, paling tidak dari fisik saya saat itu mendekati gambaran tokoh Lando yang ada di kepalanya. Dan dia terus meyakinkan saya juga, untuk setidaknya berani mencoba utk casting. Dan akhirnya, terjadilah hal yang tidak pernah saya impikan sebelumnya.

Beberapa waktu berlalu. Saya melanjutkan pekerjaan saya sebagai Storyboard Artist dan melupakan casting yang sudah saya lewati tadi. Yang menurut saya, hasilnya luar biasa. Luar biasa memalukan. Tapi entah kenapa, suatu ketika Rako kembali mengajak saya untuk casting. Masih penasaran mungkin? Apapun itu, saya menghargai tawaran dan kepercayaan yang diberikan ke saya. Dalam hati saya juga berpikir, tidak mungkin lebih buruk dari yang pertama. Masak sih, saya tidak belajar sama sekali dari casting pertama dulu?



CHAPTER FIVE

Akhirnya, tugas saya sebagai Storyboard Artist di proyek film Ungu Violet pun berakhir. Saya juga sudah melupakan kejadian dua casting yang sama sekali diluar rencana itu. Yang penting, tugas utama saya beres. Dan mereka puas dengan hasil kerja saya.

Sekitar seminggu setelah pekerjaan saya berakhir. Saya diminta Rako untuk kembali datang ke Sinemart. Dia bilang, ada revisi storyboard. Saya pun menyanggupi, dan segera berangkat dengan membawa perlengkapan tempur saya.

Sesampainya di kantor. Seperti biasa, saya duduk manis di meja dan mempersiapkan alat-alat kerja saya. Siap mendengarkan arahan dari Rako. Tapi hal berikutnya yang saya dengar, ternyata belum pernah saya dengar sama sekali. Tidak dari Rako, tidak dari siapapun juga. Sebuah pernyataan bahwa saya lolos casting dan mendapatkan peran Lando. Yang artinya, saya akan mendampingi Dian Sastrowardoyo di film Ungu Violet.

Gi-la. Ini tidak mungkin. Bagaimana mungkin? Saya, yang bukan siapa-siapa ini diberi kepercayaan sedemikian besarnya? Tapi lagi-lagi, dengan gayanya yang khas Rako meyakinkan saya. Dia dan pihak Sinemart yakin bahwa saya bisa. Suatu kepercayaan dan tanggung jawab yang luar biasa yang saya rasakan saat itu. Tidak, saya tidak boleh mundur. Ini adalah kesempatan baik yang datang ke saya, dan tidak boleh disia-siakan. Saya harus buktikan, saya berani mencoba. Saya tidak boleh kecewakan mereka. Dan salah satu perjalanan terhebat dalam hidup saya pun bermula..



CHAPTER SIX

Perjalanan panjang pun dimulai. Rangkaian proses persiapan dan pemantapan peran sebagai Lando di film Ungu Violet. Lagi-lagi sesuatu yang baru yang kali ini benar-benar diluar mimpi dan imajinasi saya yang paling gila sekalipun. Bermain film.

Tidak mudah. Sangat tidak mudah bagi saya. Seorang introvert yang terkungkung dalam ruang kenyamanannya selama hampir 25 tahun, harus membuka diri. Mengubah karakter sedemikian rupa, menjadi orang lain, berinteraksi dan bersinergi dengan seorang lawan main dengan karakter individu yang sungguh-sungguh diluar dugaan saya. Sungguh suatu tantangan.

Sampai kini semua tetap berjalan, tidak diam apalagi mundur. Tetapi maju. Segala suka duka yang saya lewati dulu, segala keraguan yang membuat saya takut untuk melangkah. Itu semua yang membuat saya berada dimana saya berada sekarang. Dan saya bersyukur untuk setiap hal yang telah saya lewati, tanpa penyesalan.

Sepuluh tahun berlalu sejak saya datang ke Rexinema, sejak saya memperoleh tempat saya untuk pertama kalinya di industri ini sebagai kru artistik. Dan hampir tujuh tahun dari sepuluh tahun yang sudah lewat tadi, saya lalui sebagai seorang penampil. Sesuatu yang dulu, sama sekali diluar cita-cita saya. Tapi dimanapun saya pernah berada, dibelakang layar ataupun sekarang di depan layar. Semua itu adalah berkah bagi saya. Mensyukuri perjalanan dari sebuah kumpulan mimpi. Perjalanan menapaki kesempatan-kesempatan, yang saya yakin belum berakhir disini.

Belum. Karena kaki akan terus melangkah, sampai nanti.

No comments:

Post a Comment